Tuesday, May 11, 2010

sEmpU "SeGara AnakAn" INCREDIBLE MOMENTS








08 mei 2010, Surabaya
By: Yunita Aliya Wijayani - cadellia single fighter

0n tHe wAY to sEmpU islaNd
“segoro anak-an”...
 incRediBle m0mENtS...!!!

 Banyak orang yang bilang kalau sempu “segara anakan” itu the beach’nya leonardo dicaprio...  tapi bagiku, kenangan di tempat itu, lebih dari sekedar kesan panorama yang ditawarkan. Benar-benar perjalanan yang luar biasa. Tak kusangka dan kukira liburan kali ini begituuuu...??!!! mmmm... apa yaa... Sulit diungkapkan dengan kata-kata... perjalanan ini dmulai dari titik Gubeng Kertajaya 9 Raya menuju pulau sempu dengan personil aku, cekuyuk, flatron, sando, enggar, dan pew’.  Pukul 1 pagi kita tancap gas, meluncur melewati matahari yang masih bersembunyi di ujung dunia yang lain. Mengacuhkan rasa kantuk di pelupuk mata dengan bersenda gurau sepanjang perjalanan, menikmati pemandangan kota yang terlelap.







 Secara geografis pulau sempu adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan pulau jawa, berada di kawasan wilayah kabupaten malang jawa timur. Luasnya sekitar 877 hektar yang langsung berbatasan dengan selat sempu / sendang biru dan di sisi selatan, timur, dan barat dikepung oleh samudra hindia. Weeww... laut lepas. Bisa nyari harta karun tu disana. Dan asal kalian tau, pulau sempu bukanlah daerah wisata namun merupakan kawasan cagar alam tapi boleh dikunjungi pngunjung, yang dibawahi langsung oleh pihak perhutani alias punya’nya pemerintah. So, kalo pengen nyeberang ke pulau sempu harus minta ijin dulu ke posko perhutani. Disana kamu bakal diceramahi prosedur apa aja yang harus dipenuhi kalo pengen nyeberang, tyus apa aja yang bole dan g bole kamu lakukaan disana. Istilahnya pinter-pinter jaga dirilah. Secara, bukan tempat wisata gitu loh, so kalo ada apa-apa, ya derita eloe... tapi kalo butuh bantuan apa-apa, pihak perhutani siap memberikan pertolongan. Petugas perhutani  wanti-wanti banget kalo keselamatan kita selama di dalam pulau sempu tak sepenuhnya jadi tangung jawab mereka, apalagi ini musim penghujan. Ini kedua kalinya aku, kuyuk, ma flatron diremehin oleh bapak perhutani dan bapak pemilik kapal. Bapak-bapak berulang kali menanyakan keyakinan kita untuk melanjutkan perjalan ke segara anakan. Karena mereka tau betul medannya menjadi 2 kali lebih berat daripada saat musim kemarau, khususnya untuk anak perempuan (alias kita datang di waktu yang salah dan tak bersahabat). Mereka menyarankan kita untuk pergi ke sendang biru saja, disana medannya tidak terlalu berat dan pemandangannya cukup bagus meskipun tak sebagus di segara anakan. Tapi asal kalian tau aja, semakin dilarang, hasratku untuk ke segara anakan semakin tinggi. Tak peduli apapun aral yang melintang, kita tetap berangkat kesana. Enak aja, udah jauh-jauh dari nyetir dari Surabaya tapi nggak dapet apa yang kita inginkan. No...no.. it’s not me. Aku akan buktikan pada mereka, kita itu bukan cewek cengeng dan lemah seperti pada umunya. Face bole cewek Mal tapi jangan salah, begini-begini kita cewek mandiri. Oiya, di posko ini kalian tidak membayar tiket masuk seperti layaknya di taman safari, namun kalian tetap membayar beberapa rupiah pada bapak perhutani. Istilahnya angket sukarela karena pada dasarnya pelayanan yang diberikan pihak perhutani merupakan pelayanan untuk masyarakat secara cuma-cuma. Berhubung bapak perhutani udah mao repot-repot bikin surat ijin nyeberang yaa paling nggak kita ngasih 20-50 ribu lah sekali masuk (untuk rombongan – terserah berapa orang “tidak ada batas muatan”). Istilah halusnya seikhlasnya-lah. Itung-itung biaya kertas ma tanda tangan petugas perhutani (btw..mahal banget yak..hhoho).
                Nah, setelah surat ijin selesai diurus,  kita langsung memilih kapal yang akan kami tumpangi menuju segara anakan. Untuk dua kali perjalanan (pulang dan pergi), kalian cukup merogoh kocek 100ribu, muat sampai 15 orang. Perjalanan ini hanya membutuhkan waktu 10-15 menit. Sesampainya di pulau sempu, kapal akan kembali ke tempat sebelum kita menyeberang tadi, dan kalau kita ingin kembali tinggal memanggilnya lewat telepon seluler. Dan yang pasti kapal hanya bisa aktif mulai pukul 5 pagi sampai 5 sore.
 Untuk sampai ke segara anakan kita harus menempuh jalan setapak di tengah hutan yang jaraknya kurang lebih 2 km yang normalnya hanya menghabiskan waktu 1-2 jam. Tapi karena cuaca yang yang setiap hari selalu hujan, sehingga membuat jalanan jadi licin dan berlumpur bisa memakan waktu 3 -4 jam. Awalnya kukira aku akan mengalami perjalanan yang santai sambil menikmati panorama di kanan kiriku tanpa rintangan yang berarti. Namun prediksiku 180’ salah besarrrrr..!!! benar yang dikatakan oleh pihak perhutani dan pemilik kapal. Jalan setapaknya begitu mengenaskan. Jalanannya begitu terjal dan licin karena diguyur hujan kemarin. Tanahnya becek dan berlumpur. Dan jika anda beruntung, anda akan menemukan kaki anda di dalam lubang lumpur dengan kedalaman sampai kurang lebih 30 cm. Hmmmm... yummyyy... rasanya bagaikan menginjak gundukan tai kebo. Mantab jayaa.  Jangan tanya lagi soal jijik dan kebersihan. Karena dapat dipastikan anda tidak akan mendapatkannya bahkan memikirkannya-pun akan sangat memperlambat perjalanan anda. Sangat dianjurkan untuk tidak memakai sandal jepit atau sepatu biasa mengingat jalurnya yang begitu mengerikan . Sialnya waktu itu aku, kuyuk ma flatron nggak pake sepatu cats. Aku yang tadinya pake sendal jepit, baru 10 menit perjalanan langsung aku copot, soalnya malah bikin ribet, nyantol-nyantol mulu di lumpur. Sedangkan flatron kepeleset mulu gara-gara nggak bisa menyeimbangkan diri. Alhasil aku dan flatron masukkan sendal jepit putihku yang sudah berubah tak berbentuk itu ke kantong kresek dan akhirnya saya dan flatron menyeker alias tanpa menggunakan alas kaki. 


Weeww... kaki’ku uda kayak sepatu bot tuh, tahan air, tahan banting, dan yang pasti permanen. Serasa luluran pake lumpur. Berulang kali aku harus terjatuh karena terpeleset lumpur yang licin, hati-hati apabila kalian memutuskan untuk tidak menggunakan alas kaki. Karena di sepanjang jalanan banyak kayu berduri berserakan dan batu-batu yang tajam. Belum lagi dengan hewan-hewan melata di tanah. Untungnya selama perjalanan aku tak menemukan hewan apapun yang berbahaya, tapi kalo masalah duri, hmmm... jangan tanya lagi. Rupa telapak kaki’ku rata dengan dengan luka-luka kecil. Perjalanan ini terasa begitu panjang, beberapa kali kami beristirahat di atas kayu besar yang tumbang, atau diatas batu besar. Meredakan dahaga, mengumpulkan tenaga untuk meneruskan perjalanan sambil menikmati keelokan cagar alam sempu. Mendengar suara monyet dan burung-burung yang saling sahut menyahut memekakkan telinga. Terasa begitu damai dan tentram. Perjalanan masih jauh, aku dan cekuyuk dengan dijaga pew memimpin di barisan depan.  Sedangkan enggar dan sando mengawal flatrin yang sejak awal memang terlihat tidak kuat dan lelet. Berulang kali dia selalu terjatuh dan butuh di papah. Saking nggak kuatnya, flatrin sampe menjadikan turunan jalan setapak menjadi tempat seluncur. Ckckck..emank gokil tu anak... aneh tapi lucu. Padahal dia yang paling sering ikutan penjelajahan alam tapi malah dia yang KO duluan. Hhaha... blun lagi kaki’nya yang keram mulu. Tapi meskipun begitu semangat kami tetaplah berkobar-kobar, penasaran akan rupa segara anakan. Semua pengorbanan ini harus terbayar disana. Selain itu kita harus mengestimasi waktu yang ada. Karena dari awal kita tidak berencana untuk nge’camp jadi kita harus kembali ke tempat pemberhentian kapal sebelum jam 5. Selain itu kalopun ada yang nge’camp di tepi segara anakan itupun kebanyakan ilegal. Karena untuk mendapatkan ijin camp disana urusannya ribet banget. 2 jam telah berlalu, waktunya untuk sedikit tidak memanjakan rasa lelah kita. Kita harus sampai di tujuan paling lambat jam 1. Setelah mengalami banyak rintangan, jatuh bangun di atas lumpur, menyeberang celah yang terjal, akhirnya terlihat juga kilauan riak. Eits hati-hati, untuk dapat menyentuh sejuknya air asin sempu, kita harus menuruni tebing terjal bak pendaki gunung. Kalau salah pijakan saja, bisa-bisa jatuh di atas pasir dengan pantat menganga.
Pantas saja masih banyak pengunjung yang jauh-jauh datang dari luar kota, melewati terjalnya track di tengah hutan, naik turun menyeberang kubangan lumpur yang dalam, memanjat pohon besar yang tumbang di tengah jalan hanya demi menikmati keelokkan yang ditawarkan. Aku akui, dari balik tebing curam yang memisahkannya langsung dari Laut, sempu “Segoro Anakan” memang menyimpan pesona yang tak bisa dielakkan mata. Tanpa pikir panjang, aku langsung membuang tasku di tepi lalu dengan sisa energi yang ada, aku langsung nyebur aj deh... rasanya begitu menyejukkan dan segar. Melihat tebing-tebing yang menjulang tinggi yang mengelilingi pulau, menjebak air laut lepas melalui lubang besar di dinding karang. Kutengadahkan diriku ke angkasa, acuhkan sengatan matahari yang tepat ada di atasku, memandang cakrawala yang membentang. Benar-benar kemenangan yang berarti. Semuanya terbayar disini.
Perjalanan saat pulang tak kalah seru dan menantang seperti saat kedatangan kami. Justru jalanan jadi lebih licin ditambah dengan guyuran gerimis sepanjang perjalanan yang semakin mempersulit kita. Nah, kalo disinilah energiku justru nggak se-fit seperti berangkat tadi. Tenagaku benar-benar terkuras habis saat perjalanan pertama dan saat di laguna aku tidak beristirahat. Berulang kali aku terjatuh dan butuh di dorong dari belakang apabila ada tanjakan naik. Beruntung ada pew, sando dan enggar. Mereka benar-benar meng-handle kami dan cepat tanggap. Tanpa harus berkata-kata mereka tau siapa saja yang butuh bantuan. Hampir aja aku mutung dan nggak mau meneruskan perjalanan dan kembali ke laguna menyusup di antar orang-orang yang nge’camp disana. Sumpah, medannya benar-benar jadi lebih berat. Ditambah telapak kakiku tambah perih karena tusukan-tusukan duri, lalu hari yang semakin gelap membuatku sedikit merinding. Bukan karena apa-apa, takutnya itu adalah waktu para hewan-hewan berkeliaran. Tapi berulang kali pew membangkitkan semangatku dan anak-anak yang lain. Lelaki-lelaki ini begitu sabar dan telaten menjaga kami. Di tengah perjalanan, hampir aja kuyuk menginjak kalajengking biru. Hiiii... tapi untung aja belum keinjek... pfffiiuuuhh.. kalo jadi, nggak kebayang de gimana naseb kita.
Hmmm... selama perjalanan pulang di kapal, bayang-bayang akan tanah yang becek, runcingnya duri dan batuan, tanjakan yang licin seakan menempel di pelupuk mataku. Benar-benar serasa jadi tarsan. Kami semua terdiam membisu di kapal, saling memandang satu sama lain lau tersenyum kecil. Seperti habis tersesat  berminggu-minggu di tengah hutan dan akhirnya menghirup udara kebebasan. Nggak tau lagi de muka’ku waktu itu ancurnya kayak apaan. Nggak berani ngeliat pantulan wajahku, pasti juelek abiz. Uda pasti nggak ada yang naksir deh.
Tapi memang perjalanan di pulau sempu, akan jadi kenangan yang tak terlupakan. Kenangan termanis dan terindah justru bukan terletak pada hasil yang kita peroleh, bukan saat kita sampai di laguna’nya melainkan saat proses itu berlangsung, bagaimana susahnya kita melalui semuanya untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Sando,Enggar, dan Pew benar-benar jadi pahlawan sehari buat kita. You are our hero yesterday. Lucky to know you, guys ^.^





Nb:
-           Buat flatron yang habis menjalani operasi semoga kuku jempol kakinya yang habis dicabut cepet tumbuh yaaa. Makanya lain kali jangan ngesot mulu, jadinya kan kemasukan pasir tu jempol. Tapi lucu lo flet, warna jempolmu jadi ijo waktu itu. Hhaha... pissss  ;p

-       Buat sando, thanks ya da nyopirin kita Surabaya-Sempu-Surabaya tanpa di gantiin. Kamu cie aku gantiin ngak mau. Hhoho. You’re the best.
-          Buat Enggar ma Pew selamat yak atas Sepatu ma Sendal mendaki kalian yang jebol. Itung-itung dapet oleh-oleh dari sempu. Nggak afdhol kalo nggak rusak. Ckckckkk
-          Buat cekuyuk yang takud air. Lain kali kalo aku jeburinke laut kamu. Masak nggak kena air asin sama sekali ni anak.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home